Jakarta – PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mengajukan gugatan terhadap PT Duta Anggada Realty, Tbk dan mendaftarkan gugatannya pada 31 Mei 2018 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara 292/Pdt.G/2018/PN.Jkt Utara, dinilai arogan.
Demikian dikatakan oleh Erwin Kallo, selaku pengacara dari PT Duta Anggada Realty, Tbk (DART), saat memberikan keterangan kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (25/07/2018).
“Klien kami mendapatkan HGB No. 161 / Mangga Dua Utara pada 1977 seluas 6 hektar di Kampung Bandan, dan pada tanggal 29 Desember 1997 PT. KAI dengan Klien Kami mengadakan Perjanjian dengan No.227/HK/TEK/ 1994 Jo. No.347/HK/TEK/1997 tanggal 29 Desember 1997,” jelas Erwin.

Ia mengatakan, didalam perjanjian tersebut, disepakati tanah HGB milik DART di atas HPL milik PT. KAI. HPL tersebut diurus dan dibiayai oleh DART. Namun hingga saat ini Duta Anggada ridak memberikan rekomendasi sebagai prasyarat untuk pembangunan.
PT KAI mengajukan gugatan terhadap DART dan terdaftar dengan nomor: 292/6/2018/PN Jakut, pada 5 Januari 2000 yang lalu, yang diantaranya berisi permintaan pengesahan dari PN Jakarta Utara perihal surat Pemutusan Perjanjian atas Pemanfaatan Lahan di Emplasemen Kampung Bandan, Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta.
PT KAI juga meminta sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama tergugat (Duta Anggada) yang berasal dari hak pengelolaan No. 10 Desa Ancol atau HGB No. 1742 Desa Ancol, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta tidak mengikat penggugat. Selanjutnya PT KAI menuntut PN Jakarta Utara menghukum dan memerintahkan tergugat dan atau pihak atau orang yang memperoleh hak dari tergugat untuk segera mengosongkan dan menyerahkan seluruh aset milik penggugat berupa tanah dan atau bangunan yang terletak di Kampung Bandan seluas 64.277m2 tanpa syarat dan beban.
Terhadap gugatan tersebut, Erwin Kallo menilai KAI arogan. “PT KAI arogan dan kami akan melawan sampai persidangan selesai. Agenda mediasi sudah dua kali. Dari pihak mereka direksi tidak datang, sementara kami datang. Mereka (KAI) sendiri tidak profesional,” lanjut Erwin.
Ia mengakui telah mengupayakan solusi terhadap permasalahan itu, namun tidak mendapat tanggapan yang positif dari PT. KAI. “Secara tiba-tiba kami mendapat informasi bahwa PT. KAI telah menggugat Klien kami,” ungkapnya.
Erwin menilai, tuntutan PT. KAI sebesar Rp. 820.610.859.000 kepada PT. Duta Anggada tidak beralasan, mengingat tidak Ada kerugian yang diderita oleh pihak PT. KAI. “Faktanya Klien kami yang mengurus dan mendanai HPL milik PT. KAI tersebut,” ungkapnya.
“Untuk itu, kami mengambil sikap dengan mempertahankan hak-hak Klien kami sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku sesuai perjanjian yang disepakati. Saya Harap, PT. KAI dapat menghormati dan melaksanakan isi perjanjian dengan itikad baik,” tutupnya. (fernang)