Jakarta – Praktisi Hukum, Petrus Bala Pattyona menduga sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendiamkan beberapa kasus yang telah ditetapkan sebagai tersangka merupakan cara membelokan proses penyidikan. Salah satu kasus yang mangkrak pasca ditetapkan tersangka di KPK adalah kasus mantan Direktur Pelindo II, RJ. Lino.
“Didiamkannya beberapa kasus yang sudah ditetapkan tersangkanya menimbulkan pertanyaan, jangan-jangan di KPK juga bisa main-main membelokan penyidikan,” ujar Petrus kepada wartawan, Jumat (24/11).
Petrus beranggapan, KPK diduga membuat penyidikan yang tidak terbukti tindak pidananya atau digoreng-goreng penyidik tertentu di tingkat penyidikan dengan menyuruh orang tertentu untuk melakukan lobi-lobi.
“Seperti kasus Marten Diratome (MDT) Bupati Sabu Raijua, karena sebelum ditetapkan menjadi tersangka ada yang bermain dalam tingkat penyelidikan,” jelasnya.
“Atau ada kasus-kasus Praperadilan, di mana ada lima perkara Praperadilan yang KPK kalah, tetapi ada putusan yang KPK hormati ketetapan hakim Praperadilan dengan tidak melanjutkan penyidikan, tetapi ada yang dilanjutkan,” jelasnya, seraya menyebut kasus kemenangan Setya Novanto di praperadilan.
Selain itu kata Petrus, ada putusan Praperadilan yang dipatuhi KPK yaitu atas mana Budi Gunawan dan Hadi Purnomo, Mantan Dirjen Pajak. Akan tetapi ada juga setelah penetapan tersangka dibatalkan hakim, KPK menghidupkan kembali kasusnya seperti Bupati Sabu, Walikota Makassar dan Setya Novanto.
“Perlakuan yang tidak adil dan tak ada persamaan di depan hukum akan membuat penilaian negatif terhadap KPK, lembaga pemberantasan korupsi yang kita hormati dan disegani,” tegasnya.
“Jangan sampai cara kerja yang tebang-tebang pilih ini merusak kredibilitas dan sistem yang sudah terbangun dan dipercaya serta telah mendapat dukungan publik.”
“Mudah-mudahan KPK tetap dipercaya karena objektif dan tak bisa diatur-atur atau didikte siapa pun,” pungkasnya. (adang)