Karawang – Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Karawang menargetkan bisa menekan potensi konsinyasi pengadaan lahan proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung (JKT-BDG) antara 20% – 30%.
Saat ini, persentase potensi konsinyasi pengadaan lahan proyek yang dibebaskan Konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) di Karawang masih di kisaran 50% dan masih dibahas dalam musyawarah kali kelima untuk skema ganti rugi yang berlangsung Kamis (29/3).
“Kami yakin bisa menekan angka konsinyasi ganti rugi ke pemilik lahan dengan edukasi dan persuasif skema ganti rugi yang ditawarkan,” kata Kepala Kantah Kabupaten Karawang, Hadiat Sondara kepada topikonline.co.id di Karawang, Rabu (28/3) siang.
“Kita juga selalu berikan pemahaman ke pemilik lahan bahwa nilai ganti rugi tak semata menghitung kerugian fisik tapi juga turut menghitung kerugian non fisik,” sambungnya lagi.
BACA JUGA:
- Diisukan Masuk ‘Gerbong’ Menteri ATR/BPN, LSM FORSI Tetap Tuntut Deni Santo Dilengserkan
- Dugaan Pungli, Kantah Kota Depok Loloskan Pengukuran Banyak Bidang Tanpa Siteplan
- Lamban, Penyelesaian Berkas di Seksi P2 Kantah Kabupaten Bekasi
Menurut Hadiat, mengacu dari UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sangat jelas diketahui bahwa nilai ganti rugi lahan proyek tersebut sangat manusiawi. Angka ganti rugi mengambil dasar parameter nilai ganti wajar menyesuaikan nilai pasar serta menghitung kerugian non fisik.
“Nilai ganti rugi yang diberikan di atas Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dipakai sebagai dasar perhitungan BPN. Jadi masyarakat yang terkena pembebasan sangat kami imbau untuk menerima. Jangan sampai menolak dan terkena konsinyasi karena ujung-ujungnya malah mengeluarkan biaya tak sedikit untuk proses persidangan,” ungkap Hadiat.
Untuk wilayah Kabupaten Karawang, lanjut Hadiat, ada 389 bidang yang terkena pembebasan proyek tersebut. Dari jumlah bidang yang sudah diukur dan diappraisal itu, sebagian besar sudah menyepakati besaran ganti rugi yang ditawarkan PT PSBI.
“Tinggal membereskan sebagian lagi lewat konsinyasi karena diketahui ada kendala yang menghambat seperti HGB masih Hak Tanggungan (HT) dan HGB yang penguasaan fisiknya justru oleh masyarakat,” kata Hadiat.
Sebagai informasi tambahan, sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Percepatan Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung, secara keseluruhan jalur proyek kereta cepat ini berawal dari Halim, Jakarta sampai Tegalluar, Kabupaten Bandung, dengan pemberhentian di empat stasiun. Panjang rute 142 kilometer, di mana sebagian besar menggunakan jalur jalan tol.
Proyek ini juga akan membangun rute pusat bisnisnya di Kabupaten Karawang. Untuk pusat industri dan inovasi akan dihadirkan di Tegalluar, sedangkan untuk green concept proyek ini ada di Walini, Kabupaten Bandung Barat.