Ekbis  

Disinggung Isu Pungli, Pejabat Pengukuran Kantah Depok Minta PP 128/2015 Dihapus Saja

Kepala Seksi Infrastruktur Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Depok, Edi Suwardi.

Depok – Baru-baru ini kembali beredar informasi dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam bentuk ‘paket’ setoran yang dibebankan ke pemohon untuk urusan pengukuran bidang tanah di Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Depok.

Besaran ‘paket’ dimaksud bervariasi, antara Rp500.000 – Rp1.000.000 untuk permohonan pengukuran bidang tanah tak lebih dari 100 m2. Sementara untuk bidang yang lebih besar nilai ‘paket’ yang disetor angkanya di atas Rp2.000.000.

Terkait isu tersebut, saat ini muncul ‘bola panas’ dugaan pungli untuk berkas permohonan pengukuran 16 dan 19 bidang. Berkas permohonan 16 bidang atas nama pemohon Hilman Saputra terletak di daerah Cinere. Sedangkan permohonan 19 bidang atas nama pemohon Hj Asiyah Cs berada di kawasan Cilodong. Kedua berkas tersebut lolos untuk diukur tanpa kelengkapan siteplan dari Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) Kota Depok.

“Kedua berkas itu masuk tahun 2017 dan diloloskan untuk pengukuran tanpa siteplan. Tapi tiap bidang kena ‘paket’ setoran ke dalam. Saya ga tahu nilai pastinya. Yang jelas tidak kurang dari Rp2.000.000 per bidang,” ungkap salah satu narasumber topikonline.co.id yang beraktivitas di ring dalam Kantah Kota Depok dan minta identitasnya dirahasiakan.

Menurutnya, uang ‘paket’ tersebut diambil oknum pegawai Kantah Kota Depok berinisial EF. Dari situ, sambungnya, EF kemudian mendistribusikan secara senyap ke Seksi Infrastruktur Pertanahan guna melicinkan berkas pengukuran yang dimohonkan.

BACA JUGA:

Kepala Seksi Infrastruktur Pertanahan Kota Depok, Edi Suwardi membantah kabar ini. Menurutnya, semua berkas pengukuran dengan banyak bidang wajib dilengkapi siteplan agar bisa ditindaklanjuti pihaknya. Terkecuali untuk permohonan bidang tanah waris.

“Kalau bidangnya banyak harus pakai siteplan terkecuali tanah waris,” ucapnya.

Dijelaskannya, pada berkas permohonan pengukuran 19 bidang di Cilodong sama sekali tak ada paraf dirinya. Namun untuk permohonan yang 16 bidang di Cinere Edi tak membantah ada parafnya di berkas.

“Tidak ada pungli di pengukuran Kantah Depok. Kalau ada yang masih mengeluh soal biaya saat pengukuran, lebih baik dihapus saja Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 yang mengatur persoalan ini,” kata Edi pada satu kesempatan konfirmasi di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.

Menurut Edi, Pasal 21 ayat 1 PP Nomor 128 Tahun 2015  tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak jelas mengatur biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi petugas lapangan saat pengukuran dibebankan kepada pemohon. Meski begitu, lanjutnya, tak ada ketetapan berapa besaran biaya yang dibebankan ke pemohon.

“Menurut pendapat saya, sebaiknya PP 128/2015 itu dihapus saja agar kami dari petugas pertanahan tak jadi bahan kesalahan masyarakat. Kalau dihapus mungkin beban kerja kami bisa lebih ringan karena tak lagi selalu dikaitkan dengan biaya di luar tarif loket resmi,” kata Edi.

Kepala Kantah Kota Depok, Sutanto ketika dikonfirmasi mengaku belum tahu persoalan ini. Tapi dia berjanji akan segera menindaklanjuti dengan penyelidikan internal.

“Saya baru tahu ada kabar ini. Tapi saya akan selidiki untuk mengklarifikasi semuanya,” tegas pria yang juga pernah menjadi kepala Kantah di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *