Penuh Manipulasi, Kuasa Hukum Steve Emanuelle Minta Hakim PN Jakbar Batalkan Segala Tuntutan JPU

Jaswin Damanik selaku kuasa hukum Steve Emanuelle menunjukkan bukti kejanggalan dan manipulasi hukum atas kasus persidangan dan segala tuntutan JPU terhadap kliennya.

Jakarta– Kuasa hukum terdakwa Steve Emanuelle meminta majelis hakim PN Jakarta Barat agar segera membatalkan demi hukum segala tuntutan yang dialamatkan jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya.

Pasalnya, ada banyak manipulasi hukum yang terendus kuat dalam berkas acara tuntutan JPU.

Selain itu, jalannnya persidangan juga sudah melanggar Pasal 84 ayat 1 KUHP tentang locus delicti perkara.

Locus delicti perkara Steve Emanuelle berada di Jakarta Selatan. Artinya, sesuai Pasal 84 ayat 1 KUHP kasus ini harusnya disidangkan di PN Jakarta Selatan,” kata Jaswin Damanik selaku perwakilan kuasa hukum Steve Emanuelle di Jakarta, Senin (8/4) siang.

“Kemudian untuk barang bukti 91 gram kokain yang dituduhkan dibawa klien kami dari Belanda, faktanya sudah dimusnahkan dan ada dalam dakwaan. Tapi tak ada berita acara pemusnahan dalam persidangan,” sambungnya lagi.

Kejanggalan lainnya lagi, terus Jaswin, pelaksanaan pengujian laboratorium kriminalistik pada 9 Januari 2019 juga sudah melanggar Pasal 90 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Jika mengikuti UU, pelaksanaan uji laboratorium kriminalistik semestinya dilakukan 3 x 24 jam sejak pelaku ditangkap. Sementara untuk kasus Steve baru dilakukan 13 hari setelah ia ditangkap.

“Sudah begitu, dalam berita acara pemeriksaan bernomor 0004/NNF/2019 tanggal 9 Januari 2019 juga tak memenuhi ketentuan syarat dan analisis sesuai Kepmenkes RI No
923/Menkes/SK/X/2009 juncto Pasal 90 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” Jaswin membeberkan.

“Hasil tes urine Steve yang positif narkoba juga tak dimasukkan JPU sebagai bukti rekomendasi Pasal 127 agar terdakwa dipenuhi haknya untuk rehabilitasi. Padahal jelas diketahui Steve adalah pemakai dan tidak ada indikasi kuat yang mengarahkan dirinya sebagai pengedar.”

“Dan klien kami juga sudah tegas menyatakan barang bukti 91 gram kokain itu bukan miliknya. Namun ia jujur mengaku ditekan penyidik agar mengakui dan diintimidasi bakal dihukum mati jika tak mau mengakui,” Jaswin mengungkapkan.

Atas dasar seluruh kejanggalan itu, ia meneruskan, pihak kuasa hukum Steve sudah mengajukan eksepsi dalam persidangan.

Eksepsi tersebut sudah ditanggapi JPU namun tidak bisa menjawab sebagian besar pertanyaan dalam eksepsi.

“Untuk itu, atas segala hal yang sudah kami beberkan berdasarkan hukum, kami minta majelis hakim membatalkan semua tuntutan JPU demi hukum dan membebaskan klien kami dari segala tuntutan,” Jaswin menegaskan.

“Kami juga meminta kepada JPU agar membebaskan klien kami dari Rutan Salemba dan memulihkan hak, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti keadaan semula,” tegasnya lagi.

Profesor Richard Claproth.

Sementara itu, terapis tahanan narkoba, Prof Richard Claproth menambahkan, berdasarkan hasil terapisnya terhadap Steve Emanuelle diketahui bahwa Steve dalam kondisi tertekan dan terintimidasi ketika diperiksa.

“Terdakwa mengaku dalam pemeriksaan ditekan penyidik agar mengaku sebagai pengedar,” ujarnya.

“Jika tidak mengaku, ia diancam hukuman mati oleh penyidik,” tambahya.

Atas dasar itu, dirinya bersama kuasa hukum Steve Emanuelle akan membuat laporan ke Komnas HAM dan Kompolnas untuk ditindaklanjuti.

“Ada banyak kasus seperti ini di Indonesia. Pengguna narkoba tapi dihukum sebagai pengedar. Kami punya banyak data dan akan bongkar semuanya agar manipulasi hukum seperti ini tak terjadi lagi di Indonesia,” tandas Prof Richard Claproth. bem

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *