Aktual dan Terpercaya
Indeks

Dalam Tugasnya Wartawan Indonesia Juga Wajib Patuhi Peraturan PPRA Dewan Pers

Ketua Komisi Kompetensi Wartawan PWI Pusat, Kamsul Hasan (kanan) bersama para peserta pelatihan jurnalistik perspektif gender dan ramah anak rekomendasi PWI Jaya d Bogor, Jawa Barat.

Bogor – Saat ini, wartawan di Indonesia tak semata berpegang pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) saja dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Dalam perkembangan terbarunya, ada satu rambu lagi yakni Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang wajib dipatuhi,

Demikian dinyatakan Ketua Komisi Kompetensi Wartawan PWI Pusat Kamsul Hasan di depan para peserta pelatihan jurnalistik perspektif gender dan ramah anak di Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/6).

Menurutnya, bertambahnya rambu yang wajib dipatuhi tak berarti mengekang atau mengurangi kemerdekaan pers untuk bersuara. Justru, tambahnya, dengan bertambahnya rambu yang dimunculkan malah akan meningkatkan kompetensi wartawan dalam tugas jurnalistiknya.

“Kemerdekaan pers sudah ditegaskan dalam Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menjadi salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berazaskan pada prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum,” kata Kamsul.

BACA JUGA:

Terkait rambu baru Dewan Pers tentang PPRA, pria yang juga menjadi perumus PPRA Dewan Pers menyebut aturan tersebut diterbitkan berdasarkan sejumlah aturan lainnya.

Dikatakan, mengutip Pasal 28 B ayat (2) dalam amandemen UUD 1945, dijelaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Turunan dari pasal tersebut kemudian lahir UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (SSPA).

“Lanjutan dari aturan itu yang kemudian dipertegas lagi dalam Pasal 5 KEJ yang disahkan pada 14 Maret 2006,” ujarnya.

“Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan,” imbuhnya lagi.

Dikatakannya juga, terbitnya aturan baru Dewan Pers tentang PPRA merupakan koreksi terhadap sebagian Pasal 5 KEJ, khususnya perluasan pelindungan  identitas terhadap anak.

“PPRA Dewan Pers dimaksudkan sebagai rambu dan atau sekaligus upaya melindungi wartawan dari jeratan hukum Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dengan ancaman 5 tahun penjara dan atau denda Rp500 juta,” jelasnya lagi.

Pelatihan jurnalistik perspektif gender dan ramah anak diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama PWI Pusat dari Rabu hingga Kamis, (19-20/6).

Pelatihan yang dibuka Asisten Deputi Partisipasi Media Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Fatahilah, ini diikuti 30 wartawan yang terdiri dari 10 orang yang direkomendasikan PWI Jaya, 10 orang PWI Jawa Barat, dan 10 lainnya dari berbagai wilayah Jabodetabek.

Juga turut dihadirkan sebagai pembicara kegiatan ini pegiat masalah anak dan perempuan, Sri Wahyuni.

“Semoga pelatihan ini kembali menyegarkan pengetahuan para wartawan akan pentingnya persamaan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” ujarnya berharap. bem

Tinggalkan Balasan