Palangkaraya – Upaya penegakkan hukum untuk menekan kegiatan penambangan liar belum berjalan sesuai harapan Presiden Jokowi.
Di Palangkaraya dan sekitarnya, kegiatan penambangan ilegal pasir zirkon tak berizin, dikuasai tiga pemain besar berinisial Edw, Mar dan Qum pria keturunan India.
Polisi diminta menindak tegas ketiga bos pemain tambang zirkon ilegal sesuai hukum yang berlaku. Sebab jika ini dibiarkan akan mengancam bencana ekologi di kemudian hari terhadap ekosistem lingkungan di wilayah Palangkaraya dan sekitarnya di wilayah Kalimantan Tengah.
Apalagi sisa bekas penambangan di lokasi tambang telah membentuk kubangan-kubangan besar dan merusak ekosistem alam setempat lantaran tidak direklamasi kembali.
Pemandangan seperti ini banyak dan mudah dijumpai disepanjang Jalan Tjilik Riwut, Palanglaraya, Kasongan dan Kabupaten Katingan
Hasil investigasi selama dua hari dilokasi penambangan di akhir bulan September 2020, merekam adanya kegiatan penambangan pasir zirkon yang dilakukan menyebar secara sporadis (terpecah-pecah) di sejumlah lokasi.
Kegiatan ilegal ini sudah berlangsung lama dan menjadi kegiatan usaha ekonomi para petambang.
“Sebagian dari warga di sini menggantungkan kehidupan dari hasil penambangan liar tersebut,” ujar pria bernama Yanto (disamarkan), yang mengaku sebagai pengepul pasir zirkon di Palangkaraya dan sekitarnya.
Yanto yang telah menekuni profesinya sebagai pengepul sejak 5 tahun terakhir, mengakui tertarik jalankan kegiatan tersebut lantaran tak ada pekerjaan lain.
Dari profesinya itu, Yanto bisa menghidupi keluarganya dan kini telah memiliki rumah dan usaha lainnya. Termasuk membangun gedung kosong bernilai ratusan juta rupiah yang difungsikan sebagai sarang burung walet.
Yanto mengaku menjual hasil penambangan liar zirkon dari masyarakat yang biasa disebut Puya, ke tiga pemain besar yang ada di Palangkaraya, yakni Mar, Qum dan Edw.
“Ketiga bos itu menampung hasil penambangan dari masyarakat yang dikumpulkan oleh para pengepul. Pengepul iu hanya kepanjangan tangan dari ketiga bos itu,” ucap Yanto.
Dalam menjalankan bisnis ilegalnya, lanjut Yanto, selain mengumpulkan pasir zirkon, butiran emas yang ada terkandung diantara tumpukan pasir Zirkon, juga jadi incaran para petambang. Namun, katanya, jumlahnya tidak terlalu banyak.
Selain punya pengepul, pemain besar tambang ilegal berinisial Edw, Mar, Qum punya wilayah-wilayah kerja untuk menampung hasil penambangan yang telah diolah atau dibersihkan menjadi zirkon. Pasir Zirkon yang telah dibersihkan dan dipisahkan dari lumpur.
Dari situ, bahan pasir zirkon yang telah dimasukan ke karung kemudian dibiarkan beberapa hari hingga kering dan dijual.
“Harga barang sangat menentukan berapa nilai harganya. Kalau pasir zirkon-nya berwarna agak kemerahan nilainya bisa Rp8.000 per kg. Adapun yang kualitas sedang dihargai Rp7.000 per kg. Sedangkan yang kualitas rendah Rp5.000 per kg,” ujar Yanto.
Mar, Edw dan Qum, pria warga keturunan India disebut-sebut sebagai bos yang mempunyai pengaruh besar atas kelancaran bisnis tambang ilegal pasir zirkon di Palangkaraya dan sekitarnya. Sayangnya, ketiganya ketika disambangi wartawan dilokasi gudangnya masing-masing, tidak berada di tempat.
Diduga, ketiga bos besar pemain tambang ilegal zirkon itu tidak dilengkapi legalitas yang valid dan sah secara hukum. Akibatnya, kontribusi pajak bernilai ratusan bahkan diduga hingga miliaran rupiah, menguap dan tidak masuk ke kas negara.
Bagi masyarakat penambang pasir zirkon, bos Edw sudah tidak asing bagi mereka. Edw dikenal sebagai pemain yang licin, licik dan sepak terjangnya diduga telah merugikan keuangan negara akibat tidak membayar pajak.
Gudang milik Edw berada tak jauh dari ibu kota Kalimantan Tengah, Palangkaraya. Lokasinya persis di pinggir Jalan Tjilik Riwut, Km 19 Palangkaraya.
Meski sulit menjumpai Edw, namun di lokasi ini kegiatan penampungan dan produksi pasir zirkon tetap beroperasi. Sebab, di sana ada orang kepercayaan Edw yang menjaga operasional perusahaan.
Adalah pria bernama Herman yang sehari-hari ditugaskan Edw untuk mencatat dan memantau tamu yang datang. Pria bernama Herman itu tugasnya menjaga keamanan gudang.
Saat disambangi, Herman mengaku kalau kegiatan produksi dijalankan oleh 10 pekerja. Sifatnya borongan.
“Pak Edwin jarang ke sini. Bisa sebulan atau dua bulan sekali baru muncul,” ujar Herman kepada wartawan.
Sepanjang perbincangan, dua tangan Herman memegang kuat pintu masuk dan tidak memperkenankan wartawan memasuki area gudang yang dijagainya. Luas gudangnya berdiri di lahan sekitar 1 hektare.
Kedua bola matanya tampak memancarkan kecurigaan. Tak ada tamu bisa masuk kecuali perintah Edw.
“Silahkan tinggalkan pesan di buku ini. Tamu dilarang masuk, kecuali ada perintah bos,” ujarnya.
Dari pengamatan, lokasi gudang penyimpanan zirkon ilegal milik Edw terdapat tumpukan karung yang kemungkinan berisi zirkon yang telah dipisahkan dari kotoran pasir. Sekeliling gudang ditemboki beton setinggi 2 meter lebih, adapun pintu gerbangnya yang berbahan plat besi dikunci rapat dengan gembok dari dalam.
Namun masih ada ruang sedikit dibuat dari dalam untuk mengintip atau mengetahui siapa tamu yang datang.
Informasi diperoleh menyebut, lokasi gudang Edwin juga merupakan lokasi penyimpanan barang milik bos Qum. Keduanya kerjasama membangun jaringan penambangan secar ilegal tanpa membayat pajak sehingga negara dirugikan. Tapi, keduanya seakan licin dan kebal tak tersentuh hukum.
“Bos Edw dan Qum kerjasama membangun jaringan bisnis ini dengan memasang kaki tangan (pengepul) untuk menggerakan usaha ilegalnya dan berani membeli barang (zirkon) dari masyarakat dengan harga tinggi,” jelas pria mantan peman zirkon yang kini banting stir sebagai driver, berinisial Sim.
Sim menyebut, untuk mengelabui petugas, Qum yang pria keturunan asli India itu menjalankan kegiatan usahanya menggunakan bendera PT Bumi Mas Sejahtera. Sama dengan bos pemain zirkon lainnya, Qum juga menancapkan pengaruhnya dengan memasang para kaki tangan yang bertugas mengoperasikan bisnisnya untuk mendulang rupiah dari pasir zirkon, yang meliputi wilayah Kabupaen Katingan dan Palangkaraya.
Namun, dari cakupan wilayah kekuasaan kerja, operasional bisnis zirkon ilegal milik Edw lebih besar dari Qum. Dari sisi jumlah anak buah, jumlah kaki tangan bos Edw juga lebih banyak dari Qum dan Mar.
Sekadar catatan, satu pengepul membawahi lima hingga belasan jumlah pekerja penambang. Kondisi ini terlihat dari jumlah pengepul yang berhasil didata wartawan dari lokasi penambangan, sebagaimana berikut ini:
Pengepul anak buah Edwin
1. Pengepul Rohim (Desa Galangan Kereng Pangi)
2. Pengepul Otto (Desa Telangkah Kereng Pangi)
3. Pengepul Hendra (Kereng Pangi)
4. Pengepul Yani (Kecamatan Unggang).
Hendra dan Yani adalah pengepul andalan Edwin karena memiliki jumlah anak buah yang lumayan besar dengan hasil yang juga banyak tonase zirkonnya.
5. Pengepul Maryono (Wilayah Unggang).
6. Pengepul H. Santo (Desa Unggang)
7. Pengepul Kunjui (Desa Unggang)
8. Pengepul Anang (Desa Unggang)
9. Pengepul Abi (Desa Unggang)
Adapun bos zirkon ilegal berinisial Mar, gudang penyimpanan barangnya berada di wilayah Desa Unggang, Km 29 dan Kampung Dukuh/Buah Naga (Galangan Kereng Pangi). Di lokasi ini, Mar mempercayakan operasional gudang tersebut kepada kaki tangannya. Namanya Sabdi.
Bagi pemain tambang ilegal di Palangkaraya, Edw bukanlah orang baru dan tak bisa dianggap sebelah mata. Meski tak mengantongi legalitas penambangan seperti IUP/IUPK, Mar tetap bisa melakukan kegiatan pembelian bahan galian zirkon, menampung secara ilegal dan menjual bahan galian tersebut ke luar Kalimantan Tengah lewat Pelabuhan Banjarmasin.
Kemampuannya memuluskan usaha ilegalnya, disebut-sebut Mar menggunakan ‘dokumen layang-layang” yang diperolehnya dengan membeli pada sebuah perusahaan milik Qum.
“Ini telak, sebuah pelanggaran,” tegas Sim, pria asli Batak yang sudah lama menetap di Palangkaraya.
Sim menyebut Mar mengoperasikan usahanya dengan legalitas IUP pertambangan atas nama CV/PT. Lisbeth. Padahal, sambung Sim, area IUP Mar saat ini nol produksi alias tidak ada kegiatan penambangan.
“Anehnya, kegiatan di gudang Mar tetap beroperasi, berarti barangnya diperoleh dari luar lUP-nya,” jelas Sim.
Mar diduga tetap punya stok barang secara ilegal, tetapi dokumennya menggunakan CV/PT Lisbeth.
“Membeli barangnya (pasir Zirkon) pake dokumen CV/PT Lisbeth. Seakan-akan barang berasal dari dalam IUP-nya. Ini adalah modus permainan yang merugikan perusahan lain yang beroperasi secara legal dan mengantongi perizinan yang sah dari negara,” Sim menjelaskan.
Adapun gudang milik bos Qum, diduga menampung barang hasil penambangan ilegal. Kendati secara legalitas, Qum disebut memiliki IUP pertambangan dan pengolahan. Pelanggaran beratnya lantaran Qum diduga menjual dokumen kepada Edwin yang menampung barang Ilegal tak berlegalitas IUP pertambangan.
Terhadap keberadaan ketiga gudang milik bos Edw, Mar dan Qum, Sim berharap pihak Bareskrim Mabes Polri turun ke lapangan dan menindak tegas ketiga pemain tambang ilegal di Palangkaraya dan sekitarnya karena telah merugikan negara.
“Jangan sampai investor yang mengantongi izin dan membayar pajak untuk negara, malah ‘kehabisan napas’ akibat ulah para mafia tambang tersebut,” papar Sim.
“Polisi harus bertindak dan turun tangan supaya bencana ekologi tidak terjadi dikemudian hari,” sambungnya.
Menambahkan Sim, Yanto warga Katingan mengaku heran mengapa kegiatan tiga bos pemain tambang zirkon itu tetap berjalan, padahal aktivitas produksinya tidak dilengkapi legalitas yang sah.
“Selain legalitasnya bodong, keberadaan mereka mengancam iklim investasi. Siapa yang berani menanamkan duitnya untuk usaha kalau yang tidak berizin, dibiarkan tanpa ada tindakan apa-apa dari petugas dilapangan,” keluhnya. red