Batang- Hasil panen jengkol tahun ini dirasakan Suryono (45) warga Dukuh Durensari, Desa Durenombo, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, mengalami penurunan.
Dari 10 tanaman jengkol yang berbuah di kebunya, masing-masing hanya menghasilkan tak kurang dari 20 kilogram jengkol per pohon.
Jumlah tersebut mendurut dia sangat berkurang drastis di mana hasil panen musim sebelumnya per pohon mampu menghasilkan minimal 20 kilogram.
“Tahun ini hasil panen turun, biasanya sekali panen saya bisa dapatkan 1 kwintal lebih,” ungkapnya, Sabtu (27/10/18) saat ditemui di kebun.
Ia menjelaskan, meski saat ini sedang memasuki musim panen dan hasil panen mengalami penurunan, namun tidak bisa mempengaruhi harga jual yang lebih tinggi.
Padahal, lanjut dia, dengan pasokan jengkol yang berkurang atau terjadi kelangkaan barang dengan sendirinya harusnya harga bisa terkatrol naik.
“Tapi ini tidak, harga saat ini belum bisa ideal atau sesuai yang diinginkan petani,” keluhnya.
Kendati demikian, ia merasa sedikit lega, sepetak kebun miliknya dilalui jalan tembus atau penghubung yang sedang dibangun oleh TNI melalui program TMMD reguler ke-103 tahun 2018.
“Saya berharap sekali, akan ada kelancaran distribusi bila jalan ini rampung, harapanya bisa mengurangi ongkos atau biaya panen dari kebun sampai ke tangan pengepul,” pungkasnya
Harga Jengkol Anjlog, Petani Berharap Jalan Tembus Jadi Solusi
Batang- Suryono (45) petani jengkol warga Dukuh Durensari, Desa Durenombo, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, terlihat mengupas kulit jengkol dan mengumpulkanya dalam wadah karung ukuran 50 kilogram.
Hari ini ia baru saja selesai memanen 10 pohon jengkol di kebunya dan menurut pengakuanya dari 10 pohon ia hanya mendapatkan kurang dari satu kwintal.
Suryono menuturkan, panen tahun ini dari 10 pohon total ia hanya mendapatkan penghasilan dari jual jengkol ke pengepul di Pasar Subah, Rp 1 juta.
“Panen tahun ini hasilnya turun, musim lalu saya masih dapat Rp 1,5 juta bersih. Tapi sekarang Rp 1 juta saja masih kotor belum dipotong ongkos distribusi,” ungkapnya, Sabtu (27/10/18).
Ia menerangkan, di tingkat petani harga jengkol belum bagus, pengepul di Pasar Subah hanya bersedia membayar 1 kilogram jengkol Rp 16 ribu hingga Rp 17 ribu.
Meski belum sesuai dengan keinginan para petani, lanjutnya, namun petani hanya bisa pasrah harga pasaran tahun ini kurang menggembirakan.
“Mudah-mudahan musim panen kedepan harga jual jengkol lebih meningkat, apalagi jalan tembus atau penghubung yang dibangun TNI sudah berfungsi,” harapnya.
Cuaca Pengaruhi Hasil Panen Jengkol, Petani Minta TNI Beri Penyuluhan
Batang- Kendati bukan termasuk sentra jengkol utama, namun Desa Durenombo, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, termasuk melimpah tanaman jengkol. Tanaman tahunan ini tumbuh subur di semua tempat seperti, kebun, tegalan dan pekarangan.
Tiap tahun tepatnya saat musim panen raya, jengkol tersedia melimpah di rumah-rumah warga. Biasanya jengkol dijual di Pasar Subah sabagian lagi beli tengkulak.
Tiadak tersedianya jengkol dalam bentuk olahan, komoditas musiman ini sangat rentan dipengaruhi cuaca dan harga jual pasaran.
Seperti dikatakan Suryono (45) petani setempat, penyebab menurunya hasil panen alah satunya karena dipengaruhi cuaca.
“Setahun ini kemaraunya lumayan panjang dengan suhu sangat menyengat sehingga berakibat bakal buah tidak seluruhnya menghasilkan,” terangnya, Sabtu (27/10/18).
Suryono menambahkan, curah hujan yang rendah tahun ini sangat berpengaruh terhadap produksi, tapi akan berbeda bila di daerah lain cukup hujan dan cukup panas.
“Saya berharap mumpung ada pelaksanaan TMMD, para petani bisa mendapatkan penyuluhan peningkatan hasil produksi pertanian khas Desa Durenombo,” ungkapnya.