Polda Metro Bongkar Peredaran Obat Daftar G, Tenaga Kesehatan Jadi Tersangka

Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menggelar jumpa pers pengungkapan peredaran obat daftar G yang melibatkan tenaga kesehatan sebagai tersangka, Selasa, (22/8).

Jakarta – Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya membongkar peredaran obat daftar G atau obat keras. Diketahui juga kasus peredaran tersebut ternyata melibatkan tenaga kesehatan, baik asisten dokter maupun asisten apoteker.

Dalam keterangan resminya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menjelaskan, pemicu kasus ini bisa terbongkar adalah maraknya aksi tawuran dan premanisme. Setelah ditelusuri, pelaku tawuran dan premanisme kerap kali mengonsumsi obat daftar G.

Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 02396/A/SK/VIII/1989, obat daftar G adalah obat keras yang penggunaannya harus diresepkan dokter.

“Dan hasil dari keterangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan, obat-obat tersebut juga dikonsumsi sebelum melakukan aksi-aksi premanisme maupun tawuran di ibu kota,” kata Kombes Pol Ade Safri kepada wartawan, Selasa (22/8).

Dilanjutkannya lagi, dari hasil pengungkapan periode Januari hingga Agustus 2023, sebanyak 26 tersangka sudah dibekuk dalam kasus yang ada. Sementara lokasi pengungkapan yakni 5 toko obat wilayah Jakarta Timur, 1 toko obat wilayah Jakarta Selatan, 3 toko obat wilayah Kabupaten Bekasi, 3 toko obat wilayah Kota Bekasi, dan 3 apotek wilayah Jakarta Pusat.

Selanjutnya lagi ada lokasi 1 apotek wilayah Jakarta Selatan, 1 apotek wilayah Jakarta Timur, 1 klinik wilayah Depok, 2 pedagang di Jakarta Selatan, 1 pedagang di wilayah Jakarta Timur dan 3 pedagang di wilayah Kota Bekasi

“Semua kita babat mulai dari importir, pabrikan. Penjualan sediaan farmasi yang tidak sesuai dengan ketentuan. Baik itu di toko obat, apotik, dan tempat-tempat lainnya seperti klinik,” kata Kombes Pol Ade Safri

Ditambahkannya, pihaknya juga berhasil menyita sekitar 231.662 butir obat keras, uang tunai senilai Rp26 juta, 14 unit ponsel, 5.000 butir kapsul obat kosong, 1 unit mobil hingga 2 unit alat press obat.

“Di mana di dalamnya ada jenis Tramadol, Hexymer, maupun Alprazolam. Termasuk jenis lainnya yang kami lakukan penyitaan,” tambahnya.

Di kesempatan yang sama, Kasubdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Victor Inkiriwang menambahkan, ke-26 tersangka yang ditangkap terbagi dalam beberapa kasus. Di salah satu kasus, tersangka oknum tenaga kesehatan yakni asisten dokter dan apoteker juga terlibat. Mereka berperan memberikan obat keras kepada pembeli tanpa resep dokter sesuai aturan yang ada.

“Bekerja sebagai staf atau asisten yang membantu di bidang pemeriksaan pasien maupun di bagian untuk pembuatan resep. Dalam hal ini asisten apoteker juga kami tetapkan sebagai tersangka,” jelasnya.

Ditambahkannya lagi, resep dokter yang dibuat oknum tenaga kesehatan tersebut dijual dengan harga bervariasi. Mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

“Bervariasi, jadi yang dihitung di sini yaitu resep dokternya kisaran sekitar ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Namun kemudian yang dihitung banyak sedikitnya obat yang dicantumkan dalam resep tersebut,” urai AKBP Victor.

Selain itu, lanjutnya, dalam praktiknya para tersangka lain melakukan modus beragam lainnya. Mereka mengedarkan obat tanpa izin edar hingga obat kadaluwarsa yang diubah tanggal kadaluwarsa dalam kemasannya

Saat ini para tersangka sudah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya untuk diproses lebih lanjut. Atas kasus yang ada, mereka dijerat pasal berlapis. Mulai dari Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 60 angka 10 jo angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Atas Perubahan Pasal 197 jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Mereka juga dijerat Pasal 60 angka 10 jo angka 4 Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang perubahan atas Pasal 197 jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Mereka juga dijerat Pasal 198 jo Pasal 108 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 86 ayat (1) jo Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dijerat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bembo

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *