Jakarta – Dragon Shiatsu & Massage adalah usaha panti pijat di Jakarta yang salah satu cabangnya berada di Rukan Eksklusif Blok E Nomor 12 Pantai Indah Kapuk (PIK), Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.
Berdasarkan hasil investigasi topikonline.co.id di lokasi, para terapis wanita di Dragon rata-rata berusia di bawah 30 tahun. Mereka juga lekat disebut dengan panggilan Angel Dragon.
Paket pijat yang tersedia di tempat ini juga relatif murah. Hanya di kisaran Rp125.000 untuk VIP dan Rp150.000 untuk Suite dengan durasi 90 menitan, termasuk layanan hand job atau pijat alat vital (HJ) di luar tips.
Jika ingin menikmati layanan fuck job atau bersetubuh (FJ) dengan Angel Dragon, tarifnya beda lagi. Untuk paket ‘lendir’ di Dragon, damage cost atau pengeluaran (DC) berada di kisaran Rp400.000 hingga Rp700.000.
Salah seorang security di dalam komplek ruko juga mengakui hal tersebut saat dipancing komentarnya. “Dugaan praktik prostitusi di Dragon sudah banyak yang tahu. Tapi kita ga peduli karena mereka juga ga peduli sama kita. Biar jadi risiko mereka,’ ujar security yang karena alasan keamanan redaksi tutup identitasnya.
“Semua pemijatnya masih muda dan pakaiannya seksi terbuka. Kalau harga ga tahu. Cuma ada yang bilang terjangkau,” imbuhnya.
Topikonline.co.id berusaha mengonfirmasi temuan investigasi ini ke pihak manajemen Dragon. Cuma gagal. Upaya konfirmasi langsung diadang petugas security Dragon di depan pintu masuk.
“Maaf, kami tidak menerima wartawan. Itu keputusan manajemen. Jadi silakan pergi,” kata petugas security Dragon dengan nada ketus.
Anggota Dewan Kota Jakarta Utara, Ridwan Hakim ketika diminta tanggapannya terkait hasil investigasi ini mengaku miris dan tak senang mendengarnya. Dia juga menyayangkan sikap manajemen Dragon yang menolak menemui dan melayani tugas wartawan.
“Menolak upaya konfirmasi wartawan sudah salah besar. Orang jadi makin curiga. Apa sebenarnya yang disembunyikan sampai wartawan ditolak datang untuk konfirmasi,” jelasnya.
Dikatakan, praktik prostitusi di panti pijat adalah sebuah penyakit di masyarakat. Harus ada tindak lanjut yang tegas dari stakeholders terkait untuk menertibkan dan menyembuhkan penyakit tersebut.
“Memang di Penjaringan banyak panti pijat yang ngelawan aturan karena mereka merasa punya uang untuk bargainning position. Kebetulan saya juga warga penjaringan jadi tahu jelas hal tersebut. Dragon juga kan, ada di wilayah Penjaringan. Harus segera dibenahi oleh stakeholders terkait dan saya harap mereka jujur tak bermain mata dengan Dragon,” ujarnya menegaskan.
Tanggapan serupa juga dinyatakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jakarta Utara, KH Wirta Amin Assalaf. Dia mengatakan, hal seperti ini terjadi karena kesalahan pemerintah pasca reformasi. Di masa Orba, terusnya, wanita pelaku prostitusi disebut sebagai Wanita Tuna Susila (WTS).
Sebutan ini tentu sangat berat dipikul si wanita karena dianggap sebagai perempuan tidak bermoral. Beda halnya dengan sekarang, di mana wanita pelaku prostitusi disebut Pekerja Seks Komersial (PSK). Kata pekerja dalam sebutan tersebut membuat wanita pelaku prostitusi bisa banyak berdalih sebagai pekerja, meskipun di bidang prostitusi.
“Wanita jadi banyak yang mau melakukan hal tersebut karena desakan kebutuhan hidup. Apalagi wanita butuh uang buat hidup. Terpaksa maksiat karena ekonomi. Atau karena kurang perhatian dari keluarga,” kata KH Wirta Amin Assalaf.
“Pekerja berarti membuka peluang bekerja secara positif. Pekerjaannya memijat tapi punya layanan bonus seks buat menambah penghasilan. Itu bisa jadi alasan si perempuan tak masalah disebut PSK,” tambahnya.
Menurutnya, dalam perspektif hukum Islam praktik prostitusi atau perzinahan sangat jelas hukumnya. Bahkan bisa dihukum rajam sampai mati. Karena itu, terusnya, pemerintah harus sangat peka untuk membangun mental keimanan Islam.
“Hanya wanita dengan mental keimanan Islam kuat yang bisa menjauhi praktik perzinahan dan prostitusi. Pemerintah juga harus aktif melakukan edukasi tentang hal tersebut dan kembalikan lagi sebutan WTS buat wanita pelaku prostitusi,” tegasnya. Bembo