Jakarta – B Fly adalah salah satu rumah bordil berkedok izin massage & spa yang beroperasi di kawasan Ruko Cordoba Blok B Nomor 20, Jl Bukit Golf Mediterania, Pantai Indah Kapuk (PIK), Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. Tempat ini sebelumnya pernah ditutup. Namun kini buka lagi dengan model dugaan operasi yang sama.
BFly yang dimiliki pengusaha berinisial Brc ini terbilang cukup rapih mengelola dan mengemas layanan prostitusinya. Nyaris tak nampak kesan ini saat baru datang ke lokasi. Fakta prostitusi baru terbuka jelas saat pengunjung sudah ada di dalam kamar bersama terapis wanita berpakaian seksi terbuka yang dipilih.
Hasil investigasi topikonline.co.id di lokasi membuktikan hal tersebut. Di awal proses pijat, pembicaraan ke arah esek-esek memang belum ada. Pun begitu, si pria yang merasakan pijatan lembut dan menggoda dalam keadaan tubuh cuma pakai celana dalam atau bahkan bugil ditutupi handuk kecil pelan-pelan akan mulai merasakan rangsangan.
Birahi makin meninggi saat si pria mengubah posisi dari telungkup menjadi telentang dan handuk yang menutupi bokong dan alat vital disingkap si wanita terapis. Pembicaraan ke arah esek-esek pun dimulai. Mulai dari tawaran servis sensual blow job (BJ) atau oral seks hingga cumshot atau sperma crot, hingga ke layanan sensual paling puncak yakni mandi kucing (MK) dan fuck job atau bersetubuh (FJ) hingga cumshot.
Untuk pilihan paling puncak, si pria bisa merogoh kocek di kisaran Rp 1.045.000 dengan jaminan syahwat terlampiaskan, termasuk uang kamar. Namun jika cuma memilih sentuhan pijat lembut sensual merangsang tanpa cumshot, argonya lebih ringan di kisaran Rp245.000.
“Cuma jarang yang cuma pijat, mas. Mayoritas pasti ML bisa dengan berbagai gaya. Atau minimal dikocokin sampai keluar,” aku terapis wanita berinisial Y.
Penjelasan serupa juga muncul dari salah satu petugas keamanan Ruko Cordoba yang identitasnya redaksi tutup.
“BFly itu tabungan berjalan oknum pegawai Pemda dan polisi, mas. Semua orang di sini tahu BFly itu panti pijat plus-plus. Tapi bisnis mereka berjalan aman lancar karena sudah koordinasi upeti ke oknum aparat. Wartawan juga dikasih upeti tapi nilainya kecil. Cuma recehan Rp50.000 sebulan. Beda sama oknum aparat yang bisa sampai jutaan per bulan,” paparnya.
Dikatakannya juga, paket BFly yang service biasa seperti petik mangga (PM) dan ngocokin (HJ) itu hanya servis cari aman. Ini jadi trik teraman mereka sebelum sampai ke layanan FJ atau bersetubuh. Jadi tidak ada kesan mereka menjual perempuan.
“Pengunjung dibiarkan negosiasi dengan wanita yang selalu disebut terapis. Tapi pakaian si terapis selalu seksi dan terbuka. Dan praktik kerja mereka ya sama seperti pelacur. Jual lendir,” ujarnya sembari tertawa.
Saat temuan ini dikonfirmasi ke BFly, Sandi selaku Humas BFly PIK tak bisa berkata apa-apa. Dia cuma bilang jika BFly selalu terbuka buat wartawan berkoordinasi dan silaturahmi.
“Wartawan banyak kok, yang ke sini. Semuanya berteman dengan kita. Mulai dari wartawan televisi, online hingga cetak,” dia berujar.
Sementara itu, anggota Dewan Kota Jakarta Utara, Ridwan Hakim ketika dikonfirmasi hasil investigasi ini mengaku miris dan tak senang mendengarnya. Dia mengatakan, praktik prostitusi di panti pijat adalah sebuah penyakit di masyarakat. Harus ada tindak lanjut yang tegas dari stakeholders terkait untuk menertibkan dan menyembuhkan penyakit tersebut.
“Memang di Penjaringan banyak panti pijat yang ngelawan aturan karena mereka merasa punya uang untuk bargainning position. Kebetulan saya juga warga penjaringan jadi tahu jelas hal tersebut. B Fly juga kan, masuk wilayah Penjaringan. Harus segera dibenahi oleh stakeholders terkait,” kata Ridwan menegaskan.
Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jakarta Utara, KH Wirta Amin Assalaf, ketika dimintai tanggapannya mengatakan, hal seperti ini terjadi karena kesalahan pemerintah pasca reformasi. Dikatakan, di masa Orba wanita pelaku prostitusi disebut sebagai Wanita Tuna Susila (WTS).
Sebutan ini tentu sangat berat dipikul si wanita karena dianggap sebagai perempuan tidak bermoral. Beda halnya dengan sekarang, di mana wanita pelaku prostitusi disebut Pekerja Seks Komersial (PSK). Kata pekerja dalam sebutan tersebut membuat wanita pelaku prostitusi bisa banyak berdalih sebagai pekerja, meskipun di bidang prostitusi.
“Wanita jadi berduyun-duyun melakukan hal tersebut karena desakan faktor kebutuhan hidup. Apalagi wanita butuh uang buat hidup. Terpaksa maksiat karena ekonomi. Atau karena kurang perhatian dari keluarga,” kata KH Wirta Amin Assalaf.
“Pekerja berarti membuka peluang. Tetap dipijat dan seks bonus. Itu bisa jadi alasan si perempuan dengan sebutan PSK,” tambahnya.
Menurutnya, dalam perspektif hukum Islam praktik prostitusi atau perzinahan sangat jelas hukumnya. Bahkan bisa dihukum rajam sampai mati. Karena itu, terusnya, pemerintah harus sangat peka untuk membangun mental keimanan Islam.
“Hanya wanita dengan mental keimanan Islam kuat yang bisa menjauhi praktik perzinahan dan prostitusi. Pemerintah juga harus aktif melakukan edukasi tentang hal tersebut dan kembalikan lagi sebutan WTS buat wanita pelaku prostitusi,” dia berujar. Bembo












