Palembang – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Atgas mengapresiasi Pemprov Sumatera Selatan beserta stakeholder terkait atas saran dan masukan terhadap berbagai RUU (rancangan undang-undang) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Prolegnas Prioritas Tahun 2019 yang sudah ditetapkan oleh DPR RI dan Pemerintah.
“Saya mengapresiasi atas antusias yang luar biasa dari Pemprov Sumsel dan stakeholder terkait seperti civitas akademika Universitas Sriwijaya, pihak kepolisian, TNI AD dan kejaksaan,” kata Supratman saat memimpin Tim kunjungan kerja Baleg dalam rangka sosialisai Prolegnas Tahun 2019 di Palembang, Sumatera Selatan, Senin (14/1).
“Ini bisa dilihat dari banyaknya masukan dan saran terkait dengan RUU Prolegnas yang sudah ditetapkan dan kini dalam pembahasan. Ini sangat berguna untuk lebih menyempurnakan RUU-RUU tersebut agar di kemudian hari tidak ada yang menggugat atau judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK),” sambungnya lagi.
Pada kesempatan ini politisi dari Fraksi Partai Gerindra itu juga menjelaskan bahwa di tahun 2019 sudah ditetapkan 55 RUU untuk Prolegnas Prioritas. Ke-55 RUU itu terdiri dari 43 RUU usulan lama dan 12 RUU usulan baru.
“Dari 12 RUU baru itu sebanyak 7 RUU berasal dari usul inisiatif DPR, 4 RUU merupakan usul pemerintah (Presiden) dan 1 RUU atas inisiatif DPD RI,” ujarnya.
Salah satu RUU Prolegnas yang pada kesempatan ini mendapat tanggapan serius dari wakil rektor Universitas Sriwijaya adalah RUU tentang Pendidikan Kedokteran.
Dalam RUU Prolegnas prioritas tahun 2018, RUU tersebut berjudul RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
Dan ketika itu civitas akademik Unsri meminta agar RUU tersebut tidak direvisi jika meniadakan uji kompetensi yang merupakan syarat untuk menjadi dokter.
Menanggapi hal ini, Supratman menjelaskan bahwa revisi RUU Pendidikan kedokteran harus dilakukan mengingat masih banyak kekurangan dalam RUU tersebut.
Sedangkan terkait uji kompetensi untuk menjadi seorang dokter tetap wajib dipertahankan demi menjaga kompetensi dari dokter. Namun begitu, seharusnya juga tak menjadi kewajiban untuk diiikuti lulusan sarjana kedokteran.
“Ijazah kedokteran seharusnya diberikan secara otomatis jika seseorang sudah mengikuti dan lulus pendidikan sarjana kedokteran. Tidak hanya itu, uji kompetensi calon dokter seharusnya diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki fakultas kedokteran, bukan oleh organisasi profesi,” tandasnya. (ayu)