Surabaya – Rangkaian aksi teror di Surabaya yang terjadi beberapa bulan lalu menimbulkan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia, khususnya Surabaya. Universitas Airlangga (Unair) sebagai salah satu perguruan tinggi negeri yang berada di Surabaya memberikan respon terkait peristiwa tersebut dengan menyelenggarakan dialog mahasiswa, yang dilaksanakan pada Rabu (25/07/208) di Aula Ikhwan Masjid Nuruzzaman, Unair.
Dialog tersebut menghadirkan Ustadz Nanag Kosim, L.c (tokoh agama), Haidar Adam, S.H, LL.M (akademisi), dan Kompol. Edi Suhartono (Polri) sebagai narasumber dan dihadiri seiktar 60 peserta dari elemen mahasiswa.
Salah serang pembicara, Haidar Adam mengingatkan bahwa terorisme itu multi fase. Menurut Haidar, Begitu kompleknya terorisme tidak bisa dilakukan hanya satu pendekatan.
“Tidak hanya pendekatan kemiskinan karena banyak pelaku teror berasal dari keluarga kaya. Pendekatan pendidikan tidak juga karena banyak pelaku teror adalah orang-orang yang terdidik,” kata Haidar di Surabaya.
Senada dengan Haidar, Kompol. Edi Suhartono mengingatkan bahwa para keluarga pelaku juga menjadi korban. Mereka setelah ditelusuri mempunyai kecemasan dan perubahan psikologi.
“Keluarga pelaku juga perlu mendapat penanganan paska aksi teror. Kepolisian dan Dinas Sosial bekerjasama terkait hal tersebut. Anak pelaku terori di Mapolrestabes sudah diserahkan ke Dinasos” tambah Edi Suhartono.
Sementara itu, Ustadz Nanang Kosim, L.c, mengatakan ada dua kunci yaitu radikalisme dan terorisme. Istilah itu berasal dari asing atau barat. Secara terminologi kedua istilah itu menimbulkan ancaman.
“Munculnya ketidakpuasan terhadap kebijakan bisa menjadi akibat dari aksi teror. Kedua, adanya bentuk kesalahpahaman contoh ada sebagian dari WNI yang menganggap Indonesia adalah negara thaghut. Solusinya adalah orang yang terpapar radikal harus diberi tausyiah dan pemahaman hingga mereka memahami bahwa mereka salah,” pungkasnya. (ferry)