Jakarta, topikonline.co.id – Buntut dari terkatung-katungnya atas penerbitan Medium Term Note (MTN) yang dikeluarkan oleh PT Hutama Karya (Persero), membuat seorang pengusaha bernama Nathaniel Tanaya menyebut PT Hutama Karya berutang padanya senilai Rp11 miliar.
Menurut pria yang mengaku pernah aktif di pasar modal ini mengungkapkan, utang tersebut merupakan utang yang belum dibayarkan dari penerbitan surat utang berbentuk Medium Term Note yang diterbitkan Hutama Karya pada 1997 dan seharusnya jatuh tempo setahun berikutnya. Kepada awak media di gerai Kopi Tenong dikawasan Jakarta Selatan (07/01/2019), Nathaniel mengatakan bahwa dirinya sudah sejak dari jatuh tempo sudah berusaha untuk meminta haknya.
“Saya sudah berusaha menagih, tapi selalu ditolak. Lho MTN itukan dia yang terbitkan utang tapi kok ngga mau bayar,” ujar Nathaniel.
Masih menurut Nathaniel, dia membeli MTN tersebut melalui sekuritas yang diterbitkan oleh PT Bank Sejahtera Umum, dalam hal ini PT BSU adalah bank penjamin.
“Saya membeli MTN sebanyak 11 lembar lewat pasar negosiasi, dengan denominasi surat utang per lembarnya mencapai Rp 1 miliar,” ujarnya.

Pada tahun 2001, Nathaniel menjelaskan pernah mengambil langkah hukum melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetapi belum ada kejelasan atas kasusnya. Di tahun 2017 pihaknya kembali menempuh jalur hukum dan kali ini lewat Pengadilan Negeri Jakarta Timur tetapi lagi lagi hasilnya masih mengambang hingga memasuki awal tahun 2019 ini.
Menurut Nathaniel, pihaknya berencana akan melakukan aksi demo di Istana Presiden dan di kantor Hutama Karya jika utangnya tak segera dilunasi.
“Ya kami berencana untuk melakukan aksi demo dalam beberapa waktu kedepan. Adapun lokasi demo yang kami tuju yaitu di Istana Presiden dan dan di kantor pusat Hutama Karya. Tujuannya agar kami mendapatkan kejelasan atas kasus hutang piutang yang terjadi,” ujar Nathaniel.
Ditempat yang sama, Paulo yang juga mengalami kasus yang sama juga berharap agar kasus ini secepatnya terselesaikan. Karena ia tetap harus membayarkan kewajiban kepada kepara pekerja di perusahaannya.
“Saya berharap kasus ini cepat selesai, karena dana yang dipakai untuk membeli MTN tersebut merupakan dana perusahaan. Dan kami tetap harus membayarkan kewajiban kepada para pekerja,” kata Paulo.
Hutama Karya menolak membayar karena menganggap utang tersebut bukan tanggung jawab perusahaan. Menurut Hutama Karya, utang itu adalah tanggung jawab personal dalam hal ini Tjokorda Raka Sukawati mantan Direktur Utama Hutama Karya saat itu. [Adang]