Jakarta – Kegelapan di waktu malam adalah pemandangan umum di Desa Balang Datu, Kecamatan Mappakasunggu, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Sudah berlangsung bertahun-tahun. Masyarakat setempat pun sudah terbiasa dengan kondisi tersebut dan tak berharap banyak.
Namun tanpa disangka-sangka, pada Februari 2018 lalu, pemandangan umum itu tak dinyana bisa sirna. Kegelapan malam yang sudah bertahun-tahun membungkus wilayah Balang Datu hilang berganti benderang.
Masyarakat tak perlu lagi menyalakan pelita untuk melihat sesuatu secara jelas di waktu malam. Cukup dengan pijaran lampu bohlam yang dialiri listrik bertenaga surya, kini semuanya tetap bisa terlihat jelas meski hari sudah malam.
Pemandangan baru inilah yang terpampang di Desa Balang Datu pasca-diresmikannya Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat berkapasitas 100 kilowatt peak (kWp).
PLTS ini adalah satu dari sejumlah bagian proyek energi berkeadilan yang diusung Kementerian ESDM untuk memberikan akses energi secara merata ke seluruh rakyat Indonesia.
PLTS Balang Datu dibangun oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memakai dana Tahun Anggaran 2016. Keberadaan PLTS ini sekaligus memupus pemandangan gelap di malam hari yang selama bertahun-tahun menyelimuti 422 rumah di desa tersebut.
“Kami sangat bersyukur dengan dibangunnya PLTS di Desa Balang Datu. Dengan kini sudah teraliri listrik, anak-anak bisa lebih leluasa belajar di malam hari. Masyarakat desa yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan petani juga bisa bekerja lebih baik lagi untuk mengembangkan usahanya,” tutur Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar, Nirwan Nasrullah.
Dikatakan,proses untuk membangun PLTS di Desa Balang Datu sangat sulit dikerjakan. Butuh kesabaran berlipat dan perjuangan yang besar. Pasalnya, untuk membawa seluruh material ke lokasi harus dilakukan bertahap lewat jalur laut.
Untuk bisa sampai ke Desa Balang, butuh waktu perjalanan antara 30-45 menit memakai speed boad dari Pelabuhan Takalar Lama ke Dermaga Balang Datu. Jika menggunakan perahu motor waktu tempuhnya lebih lama lagi antara 60-90 menit. Itu dengan catatan kondisi cuaca dan ombak normal. Jika kondisi cuaca hujan dan ombak sedang tinggi, waktu perjalanan dipastikan lebih lama lagi.
“Desa Balang Batu adalah desa terpencil yang tadinya terisolasi. Butuh usaha keras luar biasa untuk membawa seluruh material yang dibutuhkan untuk membangun PLTS,” aku Nirwan.
“Kini seluruh usaha keras itu sudah terbayar lunas dengan berdirinya PLTS. Dengan adanya listrik, masyarakat desa sekarang bisa memasarkan produk-produk unggulan kelautan seperti lobster dan udang via internet.”
“Selain itu, masyarakat juga bisa belajar mengembangkan ilmu pengetahuannya untuk mendongkrak perekonomian,” imbuhnya lagi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, sebelum berdiri PLTS di Desa Balang Datu sebenarnya sudah ada listrik. Namun tidak 24 jam menyala alias cuma hidup pada jam-jam tertentu saja.
“Di Indonesia ada lebih dari 2.500 desa yang hampir belum teraliri listrik. Dan Desa Balang Datu adalah satunya,” ucapnya.
Selain PLTS Terpusat di Desa Balang Datu, Rida meneruskan, dengan memakai Tahun Anggaran 2016 dan 2017 Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM juga sudah membangun empat unit PLTS Terpusat lainnya.
Keempat PLTS Terpusat itu ada di Desa/Dusun Rewataya (50 kWp), Dusun Lantang Peo (50 kWp), Desa Mattirobajji dan Dusun Satanggalau (30 kWp), serta Dusun Labotallua (30kWp). Total kapasitas dari seluruh PLTS Terpusat itu sebesar 260 kWp dan menerangi lebih dari 1.000 rumah dan 40 fasilitas.
Menurut Rida, pembangunan PLTS di wilayah remote area, pulau-pulau kecil serta daerah perbatasan menjadi salah satu program yang dijalankan pemerintah untuk meningkatkan akses energi kepada masyarakat. Pembangkit listrik di daerah-daerah seperti itu bisa berfungsi dengan memanfaatkan potensi energi yang ada di daerah tersebut. bem