Jakarta – Pengurus DPD Asosiasi Agen Wisata dan Perjalanan Indonesia (ASITA) DKI Jakarta melaksanakan rapat kerja daerah dengan tema “ASITA DKI Jakarta Bersatu Membangkitkan Kembali Pariwisata Jakarta dan Indonesia” bertempat di Menara Cardig, Jakarta (24/8/2022).
Ketua DPD ASITA DKI Jakarta, Hasiyanna S. Ashadi mengatakan, rakerda kali ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan sejak masa pandemi covid-19.
Dirinya juga menyampaikan rakerda ini menjadi cukup penting karena industri pariwisata saat ini berbeda dengan terdahulu. Diharapkan melalui rakerda ini pula dapat menyatukan langkah untuk bisa bersama melewati permasalahan dan tantangan yang ada.
“Setelah dua tahun vakum akibat pandemi akhirnya kami kembali melaksanakan rakerda sesuai dengan amanat AD/ART. Dalam musyawarah ini kami akan membahas mengenai tantangan dan peluang, karena bisnis wisata saat ini sudah berbeda,” jelas Hasiyanna yang didampingi Ketua Umum DPP ASITA, Artha Hanif di hadapan para wartawan.
Ditambahkannya, bisnis pariwisata tours and travel sejauh ini mengalami tantangan yang berat akibat kemajuan teknologi. Masifnya perusahaan teknologi informasi, kata dia, membuat penjualan perjalanan dilakukan secara langsung, bahkan oleh maskapai penerbangan.
“Belum diaturnya tata niaga sektor ini membuat perusahaan agen tours travel harus bisa bersinergi dalam menyiasati persaingan. Masyarakat sendiri belum seutuhnya paham kalau menggunakan agen perjalanan maka lebih ada jaminan keselamatan dan kenyamanan. Untuk itu, dalam ASITA ini kita saling berbagi informasi dan tips,” kata Hasiyanna.
Butuh regulasi tentang penyelengaraan wisata domestik
Lebih lanjut Hasiyanna mengatakan, kalau dulu BPW/APW sebagai kepanjangan airlines dan dipastikan mendapatkan harga khusus, fasilitas-fasilitas untuk berjualan, sekarang tidak ada itu semua dan memang sudah sulit.
Pihaknya juga menyayangkan tidak adanya tata niaga untuk industri
pariwisata khususnya tour domestic, saat ini tamu-tamu domestik sekarang bisa cari sendiri paket wisata, bisa beli sendiri bisa jalan sendiri.
Akan tetap, ketika ada permasalahan di jalan baru cari biro perjalanan.
“Kita baru diinget bila ada persoalan kalau gak ada persoalan gak diinget,” sambung Hasiyanna.
Menurutnya, tour domestik dari zaman dulu kurang disentuh oleh pemerintah jadi tidak ada tata niaganya.Kalau perjalanan wisata dari luar negeri itu jelas tata niaganya, tamu datang ke Indonesia harus ada partnernya, kemudian tour harus ada guidenya, ada tour leadernya.
“Contoh, masuk ke Candi Borobudur ada lokal guidenya baru mereka bisa mendengarkan informasi seputar Borobudur dan selanjutnya. Misalnya orang Jakarta mau ke Komodo langsung aja kesana, dan sesampainya disana mereka mencari orang lokal disana yang bisa mengantarkan mereka, cari yang termurah dan cocok untuk kantong mereka,” jelasnya.
Memang harga yang ditawarkan lebih murah, tapi apakah bisa menjamin bila terjadi sesuatu di jalan apakah mereka akan bertanggung jawab. Saat ini banyak pemberitaan tamu-tamu itu ditipu, tamu-tamu ditinggal agentnya. Tamu-tamu komplain tidak mendapatkan sesuai dengan yang dijanjikan.
“Kalau kita punya tata niaga yang baik kita bisa menjaga dari hal-hal demikian. Karena BPW/APW yang bernaung di ASITA tidak kerja sendirian. Prinsip kami tamu-tamunya puas , terlayani dengan baik pastinya mereka ingin kembali, servicenya semua kita deliver sampai puas,”pungkasnya.
Rakerda kali ini sangat penting mencari solusi bagaimana BPW/APW di Jakarta dan di Indonesia ini bisa bertahan di situasi yang yang tidak sama dengan dahulu.
Sebagai informasi tambahan, anggota ASITA DKI Jakarta di tahun 2019 mencapai 1.481 anggota dan berkurang akibat pandemi 372 anggota non aktif hingga saat ini tersisa sekitar 1.100 anggota.
Rakerda ini juga membahas kesiapan ASITA DKI dalam menyambut ASITA Jakarta Travel Mart 2022 yang kelima dan berdekatan dengan Rakernas yang akan digelar di Jakarta serta menyambut kesiapan G20 di Oktober nanti.
Polemik dualisme kepengurusan ASITA
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP ASITA, Artha Hanif menjelaskan putusan perkara No.229/G/2021/PTUN. JKT tanggal 26 april 2022 yang telah mengabulkan gugatan Perkumpulan Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (NR) yang di anggap salah dan keliru.
“Keputusan Majelis hakim PTUN, kami nilai keputusan yang di anggap salah dan keliru dengan memberikan pertimbangan hukum dan bukti hukum yang kami ajukan dalam persidangan”, jelas Artha.
Jadi lanjutnya, Keputusan PTUN secara yuridis telah cacat hukum dan harus di batalkan pada tingkat banding PTUN berikutnya.
Upaya hukum banding telah di daftarkan oleh pengurus ASITA (versi AKTE 01/2020 jo AKTE 153/2021) bersama Tim Hukum pada tanggal 9 Mei 2022 serta menyampaikan memori banding tertanggal 10 Juni 2022.
“Upaya banding ini untuk menyampaikan keberatan atas pertimbangan Majelis Hakim yang nyata dan melenceng dari koridor dan aturan hukum yang berlaku atas pembatalan AKTE 01/2022 juncto AKTE 153/2021 yang terbit telahkan oleh Depkumham”, sambung Artha.
Dengan demikan lanjutnya lagi, Hakim PTUN Tidak memahami isi Dan Tujuan Pasal 4A ayat (2) PERMENKUMHAM 03/2016 tentang cara pendaftaran perkumpulan yang bertujuan melindungi Organisasi Masyarakat yang duluan mendaftar Nama atau Singkatan Perkumpulannya.
“ASITA berdasarkan AKTE 01/2020 melaui AKTE 153/2021 adalah perkumpulan yang duluan yang mendaftarkan singkatan ASITA kepada kemenkuham dan kemudian baru ASITA berdasarkan AKTE 30/2016 yang belakangan mendaftarkan perkumpulannya menjadi ASita dan oleh karena tidak dapat di terima oleh Kemenkumham maka pengajuan Gugatan Melalui PTUN Pada Perkara No.229/G/2021/PTUN. JKT”, ujar Artha.
Dirinya juga berharap Majelis Hakim Banding pada pengadilan tinggi TUN DKI-Jakarta dapat membatalkan putusan PTUN tingkat Pertama serta menolak gugatan yang di ajukan oleh Perkumpulan Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia. [Adang]