Hukum  

Cuek Dituntut 6 Tahun Penjara, Terdakwa Alvin Lim Asyik Main Handphone Saat Sidang

Terdakwa kasus pemalsuan dokumen klaim asuransi Allianz, Alvin Lim, terlihat cuek dan asyik bermain handphone saat persidangan digelar, Rabu (29/6).

Jakarta – Alvin Lim, terdakwa kasus pemalsuan dokumen klaim perusahaan asuransi Allianz dijemput paksa oleh aparat kepolisian.
Usai dijemput paksa, terdakwa langsung diadili mempertanggung jawabkan perbuatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Arlandi Triyogo bersama hakim anggota Samuel Gintimg dan Raden Ary Muladi itu digelar secara marathon dari pukul 11.00 Wib hingga pukul 13.00 dan dilanjutkan kembali hingga selesai pukul 16.30 Wib.

Koordinator Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahnan Tanjung membacakan tuntutan setebal 36 halaman yang dibacakan secara bergiliran oleh anggota timnya.

Saat Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan, terdakwa yang duduk di kursi pesakitan mengenakan uniform LQ Indonesia Law Firm, itu terlihat cuek dan asyik bermain handphone saat persidangan sedang berlangsung.

Kepada majelis hakim, JPU Syahnan Tanjug meminta agar terdakwa dijatuhi hukuman secara maksimal dan dilakukan kurungan badan.”

“Menuntut terdakwa Alvin Lim selama 6 tahun dan langsung ditahan,” ucapnya.

Syahnan menyebut beberapa hal yang memberatkan terdakwa sehingga pantas dihukum maksimal karena mempersulit jalannya pesidangan, yakni suka berbelit-belit, mangkir dan pernah ditahan.

“Adapun yang meringankannya tidak ada,” tegasnya.

Menurut Syahnan, persidangan ini merupakan lanjutan perkara yang tertunda dari sebelumnya. Sehingga pemeriksaan saksi dan ahli digabungkan dalam satu paket persidangan untuk melaksanakan penetapan hakim dengan tujuan untuk memastikan adanya kepastian hukum.

“Dua terdakwa sebelumnya dituntut 5 tahun tapi putus 2,6 tahun. Dua-duanya, suami istri, divonis dengan hukuman yang sama. Nah, tinggal perkara (terdakwa Alvin Lim) yang ini yang belum (divonis),” terangnya.

Jaksa menyebut alasan mengapa dalam tuntutannya tidak ada hal meringankan bagi terdakwa.

“Kalau dituntut 6 tahun maksimal, itu tidak ada hal meringankan. Setiap tuntutan yang maksimal maka tidak ada lagi pertimbangan yang meringankan,” tegas Syahnan Tanjung.

Terhadap kemungkinan pada persidangan berikutnya terdakwa berhalangan hadir, Syahnan mengatakan hal itu tidak menjadi masalah. Hakim akan tetap menjalankan kewenangannya memutus perkara tersebut.

“Hak sudah diberikan. Soal dia (terdakwa) tidak melaksanakan, itu adalah kerugian dia. Nah, untuk menjalankan putusan itu ada alat negara yang akan melaksanakan tugasnya menjemput terdakwa jika pada saat putusan dia (terdakwa) tidak datang,” ujarnya.

Syahnan melanjutkan persidangan selanjutnya akan digelar dengan agenda pleidoi dari terdakwa. “Agendanya akan digelar pada 14 Juli mendatang,” tutup Syahnan.

Terdakwa Kasus Pemalsuan Dokumen

Alvin Lim merupakan terdakwa kasus tindak pidana pemalsuan dan/atau penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) di PN Jaksel diuraikan dengan singkat dakwaan di mana Alvin Lim didakwa bersama-sama dengan Melly Tanumihardja dan Budi Arman serta 2 orang yang berstatus sebagai buron yaitu Deni Ignatius dan Agus Abadi.

Perkara ini bermula pada 2015 saat Melly Tanumihardja menemui dan bercerita pada Alvin Lim bahwa dirinya sering sakit-sakitan.

“Selanjutnya Terdakwa Alvin Lim mengatakan ‘pakai asuransi saja, biar meringankan beban’,” demikian uraian singkat dakwaan di SIPP PN Jaksel itu.

Singkatnya, Melly Tanumihardja membuat KTP palsu dengan mengubah identitas menjadi Melisa Wijaya. Pun Budi Arman yang diubah identitasnya menjadi Budi Wijaya di mana Melisa Wijaya dan Budi Wijaya adalah pasangan suami-istri.

Setelahnya, mereka mendaftar sebagai peserta asuransi kesehatan pada salah satu agen asuransi. Namun sayangnya, dalam uraian singkat dakwaan itu tidak disebutkan lebih jelas bagaimana akhirnya.

Persidangan berlangsung hingga akhirnya pada 18 Desember 2018 Budi Wijaya dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 2 bulan kurungan. Vonis terhadap Melisa Wijaya menyusul kemudian pada 22 Januari 2019 dengan vonis yang sama.

Mereka dinyatakan hanya terbukti perihal dengan sengaja menggunakan surat palsu yang mengakibatkan kerugian.

Sidang ini digelar lagi setelah JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melimpahkan berkas perkaranya pada Selasa (7/6). Demikian dijelaskan Humas PN Jaksel, Haruno Patriyadi kepada wartawan.

Haruno menjelaskan, perkara dengan terdakwa Alvin Lim ini belum ada penjatuhan vonis. Baik vonis bebas maupun putusan terbukti bersalah atas perkara yang didakwakan.

“Belum ada kesalahan atau pembebasan, vonis itu kan bisa bebas dan bisa terbukti (bersalah). Belum ada petitum yang menyatakan salah atau bebasnya orang,” ungkapnya.

Menurut dia, bunyi putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 873 K/Pid/2020, tanggal 22 September 2020, salah satu amarnya menyatakan penuntutan dari Penuntut Umum dalam perkara Nomor: 1036/Pid.B/2018/PN.JKT.SEL atas nama terdakwa Alvin Lim tidak dapat diterima.

“Artinya, secara administrasi masih mentah, belum lengkap. Kalau itu di luar pokok perkara, namanya praperadilan. Kan perintahnya (amar putusan Kasasi) dikembalikan karena penuntutan tidak dapat diterima, sehingga belum ada penjatuhan hukuman atau pembebasan,” jelas dia.

Ia menambahkan, jika dakwaan yang disusun JPU tidak cermat dan tidak lengkap sehingga perlu dikaji ulang supaya menjadikan perkara ini sempurna. Sebagaimana Pasal 143 KUHAP, berkasnya dikembalikan lagi untuk disempurnakan.

“Bukan berarti mereka itu bebas, bukan. Secara administrasi, perkara ini belum memenuhi syarat agar diulang. Atau secara hukumnya hal-hal yang bersifat harus ada tapi kok tidak ada, sehingga itu dikembalikan dulu,” tandasnya. bem

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *