Jakarta – Merasa kecolongan data administrasi, Kantor Pertanahan (Kantah) Jakarta Selatan menarik kembali seratusan sertifikat tanah program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) milik warga Grogol Selatan, Jakarta Selatan.
Penarikan dilakukan dengan dalih tanah yang disertifikatkan masuk klasifikasi kluster 3/K3 karena statusnya masih aset pemerintah daerah.
Pun demikian, dalih tersebut rupanya masih kurang bisa diterima sejumlah warga.
“Kalau masuk K3 kenapa diterbitkan sertifikat? Yang kecolongan sebenarnya siapa dalam kasus ini,” ujar seorang warga bernama Toni, Selasa (12/2).
Ia menegaskan, jika mengacu dari situs Kementerian ATR/BPN, klasifikasi K3 artinya status subyek tanah belum memenuhi syarat sehingga hanya dicatat dalam daftar tanah.
Namun anehnya, ia menyambung, Kantah Jakarta Selatan justru menerbitkan ratusan sertifikat untuk tanah klasifikasi K3 sebelum akhirnya menarik lagi dari warga setelah pemberian.
“Secara definisi K3 cuma bisa dicatat dalam daftar tanah. Tapi ini kok, diterbitkan sertifikat lalu ditarik lagi karena alasan tersebut. Siapa yang aneh, sebenarnya, sih,” umpatnya.
BACA JUGA:
- Kementerian ATR/BPN Bagikan 5.000 Sertifikat PTSL di Jakarta Selatan
- Sebulan, Kantah Jaksel Rampungkan Pengukuran 4.800 Bidang PTSL
Sementara itu, Kepala Kantah Jakarta Selatan, Avi Harnowo ketika dikonfirmasi sejumlah wartawan mengatakan, pihaknya sudah merasa kecolongan karena baru mengetahui status tanah dimaksud setelah warga menyerahkan kelengkapan surat eks tanah desa.
“Warga belum menyertakan dokumen dimaksud saat pengumpulan data yuridis (puldadis). Baru diserahkan ke kita saat pembagian sertifikat secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo pada 23 Oktober 2018 lalu,” katanya, Senin (11/2).
Diakui Avi, pihaknya merasa bersalah karena sudah terlanjur menerbitkan sertifikat tanah yang masuk klasifikasi K3 berdasarkan pemeriksaan puldadis.
Pun begitu, lanjutnya, penarikan kembali sertifikat tersebut juga tak langsung dilakukan pihak Kantah Jakarta Selatan.
“Yang menarik adalah pokmas atau pokok masyarakat sebagai koordinator yang membantu warga mengurus berkas administrasi penerbitan sertifikat,” kata Avi.
“Karena pokmas punya beban moral, jadi mereka yang mengumpulkan dan kemudian diserahkan ke kami,” tambahnya.
Menurutnya, untuk bisa mendapatkan lagi sertifikat yang ditarik, warga pemilik tanah eks desa harus terlebih dulu membayar pajak retribusi.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 239 Tahun 2015, di mana pajak yang dibebankan senilai 25 persen dikali luas tanah dikali nilai jual objek pajak atau NJOP. bem